Menginjak bulan ke sebelas di tahun 2011 ini, banyak terjadi beberapa tragedi yang menimpa baik di dalam maupun luar negeri. Khususnya tentang kematian beberapa tokoh mancanegara yang sangat menghebohkan, mulai dari bidang pemerintahan, tokoh garis keras, dunia teknologi hingga ke arena olah raga balap motor.
Apalagi di bulan Oktober kemarin, dalam jangka waktu 18 hari, seluruh media baik itu elektronik dan cetak dikejutkan oleh meninggalnya Steve Jobs karena sakit, tewasnya Muammar Qaddafi ditangan rakyatnya sendiri dan yang terakhir dari motogp, meninggalnya Marco Simoncelli tepat di lintasan balap.
Serta ditambah pada bulan Mei lalu, dunia dihebohkan dengan tewasnya Osama Bin Laden oleh tentara Amerika Serikat di negara Pakistan.
Setelah membaca beberapa berita dan profil di media massa maupun situs internet, saya mencoba untuk menuliskan kembali, apa yang dapat dipelajari dari meninggalnya ke empat tokoh tersebut. Namun bukan berarti tulisan ini sebagai rangkuman perjalanan ataupun catatan mengenai kehidupan mereka. Tetapi hanya sebagai pengingat, khususnya diri saya pribadi akan sejarah hidup mereka, ibarat pepatah “siapa yang menuai, ia yang menanam…”
* * *
Meninggal pada bulan Mei lalu, tepatnya tanggal 2 Mei 2011. Hidupnya penuh dengan kontroversi, karena banyak terlibat dengan kegiatan yang memusuhi Amerika Serikat. Bahkan ia di cap sebagai dalang tragedi 11 September 2011, penyerangan WTC dan Pentagon.
Ia tewas dengan mengenaskan, karena diserang terus menerus oleh militer Amerika Serikat di tempat persembunyiannya di negara Pakistan.
Tidak banyak yang saya ketahui mengenai tokoh Osama Bin Laden, ini. Karena saya hanya mendengarnya sekilas ketika ada suatu pemboman yang terjadi di Indonesia dan sering dikaitkan dengan keberadaan dari Osama sendiri. Namun, yang pasti satu hal adalah apa yang dilakukan olehnya tidak baik untuk ditelaah.
* * *
2. Steve Jobs.Pendiri Apple Corporation, sekaligus salah satu orang paling berpengaruh dalam jagat teknologi di abad 21. Seorang jenius yang sangat perfect dalam melakukan semua pekerjaan yang ditekuninya dengan sepenuh hati.
Sayangnya, Steve Jobs meninggal dunia dengan cepat, yaitu saat usianya masih muda, 56 tahun, pada tanggal 5 Oktober 2011. Ambisinya untuk meruntuhkan dominasi Google di bidang teknologi, harus kandas ketika ia menyerah terhadap sakit komplikasi Kanker Pankreas yang telah lama dideritanya.
Saat meninggalnya beliau, saya sangat kaget sekali. Bukan karena menyesal tidak pernah kesampaian untuk membeli Ipad ataupun Macbook yang sangat saya impikan. Namun juga, merasa sedih karena telah kehilangan seorang visioner sekaligus tokoh penting dalam tonggak dunia teknologi.
Beberapa tahun ini, siapa yang tidak mengenalnya, mulai dari Ipod, Iphone, sampai Ipad yang sangat fenomenal itu membuatnya tercatat sebagai seorang yang paling banyak dikagumi di dunia. Dan dari beberapa produk yang ditelurkannya, saya hanya bisa memakai satu, yaitu Safari untuk browser internet, yang kebetulan gratis diunduh dari situsnya langsung. Untuk yang lainnya, yaitu Ipod, Iphone, Ipad, Max OS, dan Macbook, sementara ini hanya dapat dipandangi kehebatannya dan mendengar dari kawan-kawan bahwa produk besutan Apple sangat bagus dan juga Mahal…
Ternyata memang benar, setelah saya berselancar di dunia maya mencari data riwayat tentang Steve Jobs ataupun Apple dengan mudah diketemukan pujian terhadap mereka. Baik itu Steve Jobs pribadi maupun Apple sebagai perusahaannya. Apalagi saat membaca sebuah berita, ketika ia melakukan launching Ipad ke publik dengan tubuh yang masih sakit namun tetap diusahakan hadir karena terikat dengan tanggung jawabnya sebagai seorang CEO.
Meskipun ada sedikit komentar miring terhadapnya, sebab dinilai banyak orang sebagai individu yang pelit karena tidak pernah mempublikasikan saat memberikan sumbangan. Namun itu wajar saja, sebab siapapun, termasuk saya sendiri kalau memberikan sumbangan, tidak perlu bilang ke orang. Ibaratnya, tangan kanan memberi, tangan kiri dibelakang.
Namun kesuksesan membangun Apple mulai dari nol hingga sekarang menjadi besar serta bersaing dengan Microsoft dan Google, patut diacungi jempol. Apalagi ia sendiri pernah didepak dari perusahaan yang pernah didirikannya, namun tidak dendam sama sekali. Malah turut andil untuk membesarkan dengan menelurkan ide-idenya yang brilian.
Sesuatu sikap yang sangat dipuji dan patut ditiru oleh khalayak ramai.
* * *
* * *
Tiba-tiba saja, dunia politik terasa gempar ketika banyak diberitakan mengenai kematian Muammar al-Qaddafi, presiden Libya sekaligus pemimpin paling berkuasa di jazirah afrika ini. Sebagai seorang penguasa yang sudah kenyang asam garam, ia telah duduk di singgasana kepresidenan dari 1 September 1969–20 Oktober 2011, selama 42 tahun lamanya.
Namun, ia tewas sangat mengenaskan. Yaitu saat tertangkap di sebuah gorong-gorong tempat persembunyiannya selama ini oleh tentara yang berseberangan kubu olehnya. Qaddafi tertembak di kepala, setelah sebelumnya sempat dianiaya oleh pasukan NTC (Dewan Transisi Nasional). Pasukan anti Qaddafi mengatakan dia ditemukan bersembunyi di sebuah lubang di tanah dan berkata, “Jangan tembak! Jangan tembak!”
Ah, sangat disayangkan akhir dari riwayat presiden yang terkenal gigih dan pedas dalam melontarkan kritik kepada Dewan PBB serta musuh-musuhnya. Namun itu juga tidak lepas dari kelakuannya yang dinilai buruk oleh sebagian rakyat Libya sendiri. Meskipun tak jarang, banyak pula yang memuji keberaniannya dalam menentang hagemoni Amerika Serikat beserta sekutu yang sangat menginginkan kekayaan alam negaranya, yaitu Minyak. Dan, minyak pula yang membuat hidupnya glamor, dengan balutan bak seorang raja namun tewas bak seekor pecundang yang ditelanjangi oleh rakyatnya sendiri hingga banyak ditonton dalam mesin pendingin di pusat kota.
Seperti kata pepatah, Harimau mati meninggalkan belang, Gajah mati meninggalkan gading, dan manusia mati meninggalkan sebuah nama. Begitu juga dengan Muammar Qaddafi, meskipun ia tewas dengan menyedihkan tetapi tetap dikenang oleh sebagian rakyatnya sebagai Presiden yang tegas dan berani, terlepas dari kontroversi apa yang pernah dilakukan.
Sama halnya dengan mantan Presiden Soeharto, saat lengser tahun 2008 lalu. Hidupnya dalam kesendirian setelah berkuasa 32 tahun lamanya, ditinggalkan pengawal serta pembantu-pembantunya saat masih jaya. Dan lagi dicaci oleh rakyat, sebagai rezim yang sangat kejam. Padahal dalam masa 32 tahun pemerintahan beliau, tidak sedikit sumbangsih yang diberikan olehnya, hingga negeri ini bisa swasembada pangan.
Masih banyak kepala negara yang bernasib seperti Muammar Qaddafi, Almarhum Presiden Soeharto, lalu ada Almarhum Presiden Soekarno, Husni Mubarak, Saddam Hussein dan banyak lagi yang mengalami nasib miris setelah tidak lagi berkuasa. Pelajaran juga untuk Presiden Indonesia sekarang, Pak SBY. Semoga beliau dapat mempergunakan kekuasaannya dengan sebaik mungkin, agar setelah 2014 ketika tidak lagi berkuasa, tetap diingat rakyat sebagai presiden yang bersahaja dan peduli rakyat…
* * *
Setelah SMA tahun 2003 lalu saya dikejutkan oleh tewasnya Dajiro Kato saat mengendarai motor Honda RC211V di GP Jepang dan benar-benar terpukul, karena saat itu sangat menggandrungi dunia balap (liar). Kini datang lagi berita yang tak kalah mengejutkan saat membaca mengenai tewasnya Marco Simoncelli di Kompasiana yang saat itu di posting oleh Ibu Yayat seorang penggila MotoGP dan juga Mbak Heny, warga negara Indonesia yang menetap di Italia.
Awalnya sama sekali tidak begitu “ngeh” dengan kecelakaan Simoncelli yang langsung tewas di tempat kejadian. Namun karena santernya berita, akhirnya saya pun mahfum akan resiko balapan motor. Meski itu di ajang resmi sekalipun, namun yang namanya maut selalu mengintai. Apalagi saat saya menyaksikan tayangan ulang di salah satu stasiun TV, terlihat helm yang dipakai Simoncelli terlepas sesaat jatuh hingga ia membentur aspal…
Padahal apa yang dikenakan oleh pembalap Moto GP itu adalah standar keamanan yang sangat tinggi. Namun kalau sudah ajal yang berkata, mau apa lagi. Dan, publik Italia pun kehilangan salah satu pembalap motor masa depannya. Saya sangat terharu saat membaca beberapa tulisan dari Mbak Heny yang meliput langsung di Italia.
Dan, ini menjadi PR bagi pihak penyelenggara maupun pengelola sirkuit, agar tidak terjadi Simoncelli-Simoncelli lagi kedepannya…
Untuk kita sendiri sebagai penggemar adu balap motor, menjadi mengerti bahwa faktor keamanan sangat penting dalam suatu balapan baik itu profesional maupun amatir, yaitu di jalan raya. Karena meskipun sudah memakai helm yang kokoh dan baju berlapis, tetap saja maut merenggut. Mirip dengan kelakuan anak remaja sekarang ini yang nekat trek-trekan di jalan raya, hanya demi sebuah gengsi.
Apalagi belakangan ini saya sering melihat langsung maraknya terjadi balapan motor di jalanan yang sedihnya melibatkan anak remaja seusia 14 tahunan, seperti di Jalan KH. Mas. Mansyur atau daerah Kemayoran, Jakarta Pusat. Padahal, hanya nama kosong yang didapat, tidak sebanding dengan sebuah nyawa…
* * *
* * *
Baca juga beberapa artikel terkait berikut ini :
0 komentar:
Posting Komentar